4 Kesalahan Terbesar Saya dalam Blogging

by - Juni 30, 2025

MENURUT DATA TERKINI, 77% pengguna internet masih membaca blog secara rutin (via Matt Giaro, 2025). Baik bagi blogger yang blogging sebagai hobi maupun bagi blogger yang blogging sebagai wujud bisnis atau sebagai pekerjaan, data tersebut penting untuk diketahui.

Lukisan "In Gedanken"
Gambar: “In Gedanken”, 1850 (Düsseldorfer Auktionshaus), Wikimedia Commons via Picryl

Tak hanya untuk sekadar diketahui, namun juga untuk kemudian ditindaklanjuti dalam aktivitas blogging dan perencanaan kontennya. Karena, menurut Matt Giaro dalam artikel blognya, “Is Blogging Still Profitable in 2025? (Honest Truth)”, internet dibanjiri oleh blog yang kontennya cenderung umum atau generik dan bahkan medioker, yang tidak memenuhi kebutuhan pembaca atau audiens yang spesifik.

Menurut Web Tribunal (via Salt in Our Hair), ada lebih dari 600 juta blog di dunia maya. Meski video dan konten pendek semakin diminati, orang-orang masih mencari informasi melalui membaca, termasuk lewat blog.

Melihat kenyataan itu, penting untuk selalu mengevaluasi seluk-beluk blogging yang kita lakukan. Misalnya dengan selalu mengevaluasi “value” tulisan yang kita posting di blog kita.

Tak berhenti sampai di evaluasi konten. Jangan lupakan hal penting lainnya, ‘sesederhana’ selalu mengevaluasi komitmen kita dalam blogging.

4 Kesalahan Terbesar Saya dalam Blogging

Lukisan “Young Girl Writing a Love Letter” (Pietro Antonio Rotari)
Gambar: “Young Girl Writing a Love Letter” (Pietro Antonio Rotari, 1800, Norton Simon Museum), Wikimedia Commons via Picryl

Ya, tentu perlu komitmen (yang besar!) dalam blogging. Karena, setelah sekian kali on dan off blogging sejak 2006, saya menyadari ada setidaknya empat kesalahan terbesar dalam blogging yang saya lakukan terhadap beberapa blog saya dahulu:

1. Saya tidak sungguh-sungguh berkomitmen untuk menseriusi blog yang domain-nya sudah mahal-mahal saya beli.

Layaknya menjalani hal lain dalam hidup, memiliki dan menulis blog pun butuh komitmen. Apalagi di zaman sekarang harga domain saja sudah semakin mahal (mahal bagi saya yang tidak berpenghasilan sendiri).

Berani beli domain yang harganya mahal dan berani bikin blog yang bisa dibaca untuk umum, berarti berani berkomitmen untuk serius menjalankan blog tersebut. Serius mau bersusah-payah memulai kembali dari nol. Serius mau capek-capek “one-woman show” mengurus segala elemen blog tersebut.

2. Saya tidak terlalu serius memetakan tujuan dan strategi dalam membuat dan mengelola blog saya.

Sayangnya, berkali-kali membuat blog sendiri, berkali-kali juga saya tidak terlalu serius dalam memetakan tujuan blog saya itu — kenapa saya mau membuat blog, dan mau dibawa ke mana blog tersebut di jangka pendek maupun jangka panjang.

Seringnya, sesuai pengalaman yang sudah-sudah, saya sekadar “go with the flow” dalam menjalankan blog saya. Menjadi fleksibel memang perlu, tapi perencanaan yang matang pun sangat penting, termasuk dalam urusan manajemen blog. Di tengah kompetisi dengan lebih dari 600 juta blog di jagat raya internet (MasterBlogging, 2024), strategi tentu dibutuhkan.

3. Saya tidak konsisten dalam menulis untuk blog saya.

Saya memahami belakangan, “showing up” — apalagi untuk karya milik sendiri — itu penting untuk menjaga motivasi diri dan menjaga konsistensi berkarya. Untuk zaman sekarang, juga penting untuk menjaga loyalitas pengunjung dan pembaca blog kita. Dan, padahal, konsistensi dalam blogging itu bukan berarti harus menulis dan mempublikasikan postingan setiap hari juga.

Satu kali setiap pekan juga namanya konsisten. Satu kali setiap bulan juga namanya konsisten. Dalam hal ini, isu konsistensi menulis harus menyesuaikan dengan kemampuan diri serta dipadankan dengan dua poin sebelumnya, yaitu komitmen serta tujuan dan strategi dalam manajemen blog.

4. Saya kurang bersabar dalam menjalankan blog saya.

Di tengah ‘hutan rimba’ website dan blog, saya sering mengabaikan fakta bahwa saya bukan satu-satunya blogger yang ingin blognya ‘tiba-tiba’ ditemukan oleh audiens yang tepat, yang ingin blognya dikenal dan diakui relevansinya dengan kebutuhan pembaca, atau yang ingin blognya menghasilkan cuan.

Sama saja seperti menjalani hidup, menjalankan blog — yang bagi sebagian orang mungkin bukan suatu hal yang terlihat “tangible” — pun butuh proses dari anak tangga paling bawah, dan yang jelas butuh waktu serta kesabaran.

Dosis sabar itu yang masih harus saya tambah dan kemudian pertahankan dalam diri saya, khususnya dalam urusan blogging. Saya harus selalu mengingatkan diri saya untuk menikmati dan menghayati proses yang saya jalani.

Kesimpulan

Setelah sekian kali mengevaluasi aktivitas blogging saya sejak lama, saya menemukan sedikitnya empat kesalahan besar dalam blogging:

  1. Saya tidak sungguh-sungguh berkomitmen untuk menseriusi blog yang domain-nya sudah mahal-mahal saya beli.
  2. Saya tidak terlalu serius memetakan tujuan dan strategi dalam membuat dan mengelola blog saya.
  3. Saya tidak konsisten dalam menulis untuk blog saya.
  4. Saya kurang bersabar dalam menjalankan blog saya.

Melihat dan menyadari empat kesalahan terbesar saya dalam blogging, tentunya saya harus mewujudkan empat “antidot” dari kesalahan-kesalahan saya tersebut:

  1. Kuatkan komitmen bahwa saya benar-benar serius mau blogging, serius mau menjadi seorang blogger, dan serius mau mengisi blog saya dengan tulisan yang memiliki value.
  2. Buat peta tujuan dari saya beraktivitas blogging dan tujuan dari blog saya, serta buat peta strategi dalam manajemen blog saya.
  3. Konsisten untuk “show up” dalam menulis untuk blog saya. Nggak apa-apa pelan-pelan, bertahap dari “showing up” untuk membuat rencana judul tulisan, kemudian kerangka tulisan, kemudian riset referensi, kemudian menulis draf, dan kemudian menyunting tulisan. It’s okay, I can do it.
  4. Sabar, sabar, sabar. Semua bentuk ‘perjalanan’ ada prosesnya. Sabar. Menulis apa pun tidak betul-betul mudah. Sabar. Mendapatkan pembaca atau audiens, apalagi yang tepat, memang perlu waktu. Sabar. Sekali lagi, sabar, sabar, sabar.

Bagaimana dengan kamu? Kesalahan terbesar apa yang akhirnya kamu sadari dalam blogging? Dan seperti apa “antidot” yang kamu lakukan? Cerita di kolom komentar, ya!

Referensi

“Is Blogging Still Profitable in 2025? (Honest Truth)” (Matt Giaro)

“Is Blogging Still Relevant in 2025”? (SaltinOurHair.com)

You May Also Like

0 comments